Burial Sites of Toraja

Note: Posting ini memuat foto-foto dalam ukuran besar, pastikan koneksi internet Anda mendukung untuk dapat melihat semua.

Saat aku tinggal di asrama khusus mahasiswi di Yogkarta, aku dekat dengan seorang teman yang berasal dari Sulawesi Selatan. Dia bercerita tentang upacara adat kematian yang besar-besaran, dan jenasah atau mayat yang tidak dikubur, melainkan diletakkan di dalam goa-goa alam. Aku tercengang-cengang. Diletakkan begitu saja? Tak dikubur? Ia mengiyakan. Tak habis pikir aku. Bagaimana mungkin jenasah tak dikubur dalam tanah, atau tak dibakar seperti di Bali?

Aku lebih terpana saat temanku itu bercerita, orang yang meninggal, disimpan dulu di dalam rumah, dan diperlakukan seakan si almarhum masih hidup, hanya saja, dia dalam keadaan “sakit” dan tetap harus disediakan makan dan minum setiap harinya. Hadiuhhh….kebayang nggak hidup bersama orang mati dalam satu rumah?

Masih menurut cerita temanku itu, jenasah akan diberi rempah-rempah khusus lalu dibuntal kain berlapis-lapis hingga menyerupai guling besar.

Konon, banyak rumah orang Toraja yang berbau harum rempah. Orang asing akan menganggapnya wangi rempah biasa khas Toraja. Hanya orang Toraja yang mengenali, aroma itu rempah mayat atau bukan….  glek!

Nah, setelah beberapa bulan, atau bahkan bertahun-tahun kemudian, saat keluarga mampu mengadakan pesta Rambu Solok, yaitu pesta adat sebelum mengantarkan jenasah ke tempat peristirahatan terakhirnya, yaitu di tebing gunung, atau di dalam goa. Goa ini dulunya terlarang bagi orang umum. Tapi sekarang bisa dikunjungi orang biasa.

“Iiih.. apa nggak bau mayat?” seruku spontan.

Temanku itu menggeleng.

Aku penasaran… tapi,… mustahil aku bisa melihat dengan mata kepala sendiri.

Lalu, beberapa waktu kemudian, aku menonton acara TV yang meliput tentang goa gelap tempat tengkorak itu berjejer-jejer dengan tulang belulang di sekitarnya..  wah, betul juga kata temanku itu…

Tapi…mungkinkah aku bisa melihatnya langsung? Aku berangan-angan, andai aku bisa ke sana…

****

Well, beberapa waktu yang lalu aku liburan bersama suamiku ke Tana Toraja. Ini kali ketiga aku mengunjungi “negeri di awan” ini.

Nah, tempat yang unik yang banyak dikunjungi wisatawan asing maupun domestik adalah…. kuburan.

Ya, tempat yang bagi beberapa orang mengerikan ini, justru dijadikan objek wisata oleh pemerintah daerah.

Berikut ini beberapa lokasi situs pemakaman yang terkenal di Toraja.

Gua Alam dan Tebing Bukit

1. Londa

Di sinilah para bangsawan Tangdinoq dimakamkan. Sampai saat ini, tempat ini masih digunakan.

Kami melihat Tau Tau (semacam boneka tiruan almarhum semasa hidup) dan peti-peti yang digantung di bagian luar, tepat di atas jalan setapak di mana para pengunjung berseliweran. Peti-peti itu diletakkan di atas kayu yang ditumpukan pada tebing, atau diikat dengan tali ijuk. Sempat ngeri juga sih, bagaimana kalau tiba-tiba brakkk!! Dan peti itu jatuh di atas kita… hiyy…

Londa 1. bagian luar situs pemakaman Londa

Londa 2. ..hanya digantung dengan bambu dan tali ijuk.. di bawahnya jalan setapak tempat para pengunjung berseliweran..

Londa ini berbentuk gua alam yang sangat gelap. Mustahil masuk ke dalamnya tanpa penerangan. Di sini ditawarkan jasa guide plus lampu petromax dengan harga Rp 20.000,-. Guide ini akan mendampingi kita masuk ke dalam gua yang lembab dan gelap pekat itu, dan memberitahu kapan kita harus merunduk, atau kapan kita harus menuruni bagian yang licin.

Dan… Kami pun melihat peti-peti yang masih baru diletakkan di sana, juga peti-peti kuno dan banyak botol-botol plastik dan puntung-puntung rokok. Juga tengkorak dan tulang belulang.

Londa 3. Peti dan tengkorak diletakkan di relung dan celah goa, untuk tidak dipindahkan lagi

Kata sang guide, keluarga masih sering datang ziarah dan membawakan minuman dan rokok bagi yang meninggal. Guide ini bersedia membantu menjepret kita berpose bersama para tengkorak itu… Dia juga lancar menceritakan tentang tempat ini. Aku bertanya pada guide itu. “Gimana kalau peti tergantung di luar itu jatuh?”

Jawab guide itu dengan tenang.

“Ya dibiarkan saja, tidak akan dipungut, tidak akan dipindah tempat. Ada tulah yang akan terjadi seandainya tulang belulang itu dipindahkan tanpa pesta adat. Jadi biar dibawa binatang liar atau terinjak orang, tak ada yang berani memindahkannya”.

Waduh… jadi untuk mengubah letak tengkorak dan belulang lainnya itu harus dengan pesta adat lagi. Bayangkan, pesta untuk “istirahat” di sini, dan pesta lagi jika ingin merubah posisi tulang tulang itu… wuih… berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk pesta ini ya?

Menurut kepercayaan mereka, jenasah itu sudah dikembalikan ke alam, maka biarkan alam yang berbuat apapun terhadapnya. Manusia tak boleh lagi  mengutak-atiknya.

Pernah terjadi, kata sang guide, seorang pengunjung, -pelajar SMP peserta study tour dari luar wilayah Toraja-  kesurupan setelah dia sengaja memindahkan sebuah tengkorak untuk menakuti dan mengisengi kawan-kawannya. Maka dipanggilah orang pintar setempat untuk mengobati pelajar itu.

Sebenarnya, masih ada lorong-lorong lain yang lebih dalam, tapi para guide itu berkata, jalannya lebih licin dan curam, belum lagi oksigen yang tipis di dalam sana.

Tadinya, kupikir, kami akan mencium “the smell of the decay”… bau busuk mayat gitu, tapi, ternyata enggak lho…

Hmmm… tak kuduga, anganku belasan tahun yang lalu menjadi kenyataan…aku bisa melihat dengan mata kepala sendiri tempat ini..

Londa 4. peti peti bertumpukan di dalam goa

****

2. Lemo

Agak sedikit berbeda dengan Londa, situs pemakaman di Lemo ini berada di dalam tebing. Jadi tebing batu besar ini dilubangi untuk kemudian mayat orang dimasukkan ke dalamnya. Tau Tau diletakkan berjejer di sebuah lubang, seperti manusia tengah duduk di balik jendela. Semakin tinggi sebuah makam, status sosialnya lebih tinggi pula.

Di Lemo ini, di bawah jendela Tau Tau ada jalan setapak ke arah kiri. Ikuti saja jalan setapak itu, lalu kalau Anda tak tersesat 🙂 Anda akan keluar melewati beberapa bengkel pengrajin Tau Tau, lalu Anda akan disuguhi hamparan sawah dengan pemandangan yang sangat indah…

Anda bisa membeli souvenir khas Toraja di sini, atau cukup dengan melihat-lihat saja.

Lemo. dengan Tau Tau di "jendela"

Lemo. Dari sisi yang lain

3. Suaya

Terletak di kecamatan Sanggala. Situs pemakaman raja-raja dan bangsawan Toraja yang diyakini sebagai keturunan Tamborolangi, dewa dalam kepercayaan masyarakat Toraja yang mengajarkan asal muasal cara bercocok tanam dan ritual adat. Di sini terdapat juga tau-tau. Di situs Suaya ini, terdapat sebuah anak tangga yang relatif curam, nah, sesampainya di atas, kita bisa menikmati pemandangan yang indah membentang dari ketinggian.

Suaya. Tau Tau dengan baju bangsawan atau raja

ada pula Tau Tau anak kecil

Suaya. Tonjolan tebing seperti mocong babi.. 🙂

4. Tampangallo

Situs pemakaman berbentuk gua alam, hampir serupa dengan Londa.

Di sini kami salah jalan masuk. Kami mendapati sebuah lorong kecil dan gelap. Kami tak yakin ada apa di dalamnya. Sempat terlintas, sayang nggak ada persewaan petromaks seperti di Londa. Kami sempat ragu-ragu… masuk enggak ya… enggak masuk, sayang udah sejauh ini, kapan lagi bisa kembali ke sini?

Mau masuk…kami ragu… bagaimana kalau tersesat di dalam? Atau oksigen tipis? asli lorong ini gelap sekali. Lalu terpikir olehku, untuk memotretnya. Blitz kamera pasti lebih tajam daripada mata kami. Jepret! Dan tampak di layar kamera digitalku, lorong yang relatif bersih dan berundak.

lorong gelap, bisa terlihat dari hasil jepretan kamera

Akhirnya kami nekat beranikan diri untuk masuk, meraba-raba dan menjejak-jejak pijakan yang aman sambil mengira-ngira bentuk lorong ini dalam kamera.

Akhirnya, di ujung sana terlihat cahaya. Kami maju terus menuju cahaya itu, turun sedikit dan…. hoooohhh… gua luas yang bersih dan terang benderang. Kami sempat terkekeh geli. Begini nih kalau lewat jalan belakang. Padahal masuk dari depan lebih mudah dan bersih.. Lalu kami terdiam saat sebarisan tengkorak seolah menatap kami. Hmmm… it’s another cave burial site. Bedanya di sini dengan di Londa, di sini relatif lebih bersih, dan lebih teratur. Juga tak terlihat (erong) peti-peti yang masih baru. Semua kuno dan Tau Tau yang ada pun terlihat sangat tua..

peti tua dengan tengkorak yang sedang "mengintip"

Dugaanku, tempat ini telah ditata ulang, terbukti dari tengkorak yang berjejer rapi dan berada di tempat-tempat yang agak tak lazim, serta tampaknya diatur sedemikian rupa agar tampak dari dalam lubang peti..

peti-peti a.k.a erong tua dan Tau Tau

dulunya, pasti erong ini mewah dan megah

tengkorak dan belulang berlumut

tak bernama lagi

dibawa serta ke kubur: tempat nasi, sayur dan lauk

aaiii.... no comment deh...

Liang dan Patane

Sedikit berbagi ya, menurut guide setempat, orang-orang kuno leluhur Toraja sedari dulu kala telah berpikir jauh, sangat sangat jauh ke depan. Tentang tanah yang dipijaknya.

Maksudnya??

Begini, mereka berpikir, bahwa tanah ini sedemikian berharga dan tak mungkin bertambah lebar. Anak cucu dan keturunannya akan berkembang biak pesat dalam jumlah besar dan dengan demikian memerlukan tanah untuk tempat tinggal dan bercocok tanam. Dengan demikian, alangkah baiknya jika saat mereka mati, mereka tak menggunakan tanah subur untuk penguburan mereka. Yang mati akan tetap mati, sedangkan yang masih hidup, harus terus hidup. Baiklah mereka ambil gua, tebing dan batu yang di atasnya tak mungkin bisa didirikan rumah. Tak mungkin pula padi bertumbuh di atas cadas batu. Maka, dimulailah kebiasaan memakamkan yang meninggal di dalam goa, tebing dan batu.

Wait…. di dalam batu?? Nggak salah??

Ya, di beberapa tempat di Toraja, masyarakatnya memiliki budaya unik, memasukkan peti jenasah ke dalam batu. Batu ini dilubangi, dan bernama liang. Menurut penduduk lokal yang kami temui, untuk membuat liang ini, biayanya setara dengan 30 juta rupiah. Di dalam batu ini, nenek dengan keturunan-keturunan sah-nya boleh dimakamkan di sini. Jadi, di dalam satu liang, bisa berpuluh-puluh kerangka dimasukkan dengan didahului pesta adat. Sebelum diadakan pesta, jenasah akan disimpan di dalam rumah.

Kubur batu yang terkenal dan mungkin terbesar di Toraja berada di Lokamata, di lereng gunung Sesean. Untuk menuju ke sini harus ekstra hati-hati karena jalan yang sangat sempit. Tidak ada Tau Tau di sini, dan di bawahnya banyak terdapat pecahan-pecahan batu hasil membuat liang.

Lokamata

kapling liang

Banyak sekali batu-batu besar bertebaran di daerah ini, ada juga batu yang hanya digunakan untuk satu liang.

liang

Sedangkan golongan masyarakat lain, memilih untuk membangun patane, atau rumah kubur, dibangun dari batu bata, semen dan bahan bangunan lainnya. Di dalam satu patane, bisa berpuluh kerangka di masukkan ke dalamnya. Dan kadang-kadang dihiasi dengan Tau Tau. Sekarang ini, telah dikeluarkan aturan daerah tentang pembatasan pembangunan patane.

patane, untuk membangunnya diperlukan IMB juga

Tentunya tetap ada masyarakat Toraja yang memakamkan jenazah di dalam tanah selayaknya penguburan yang kita kenal. Istilah disini adalah “ditanam”. Dan percaya deh, untuk makam yang biasa begini, tak ada turis yang tertarik datang mengunjungi  🙂 .

Bagaimana, Anda tertarik mengunjungi situs pemakaman ini suatu saat kelak?

Beberapa foto pesona alam Tana Toraja dapat dilihat di posting sebelumnya di sini.

Catatan: foto-foto koleksi pribadi

About nanaharmanto

menulis dengan hati....
This entry was posted in Dari Pelosok Negeri and tagged , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

34 Responses to Burial Sites of Toraja

  1. DV says:

    Wah, liputanmu keren abis!
    Kubayangin ini kayak di Trunyan, Bali ya….

  2. riris e says:

    TOP, aku ingin ke sana berwisata sepertimu…suatu saat 😀

  3. Clara Croft says:

    Mba Nanaa.. aku pasti ke Toraja.. suatu saat nanti (bertekat sungguh-sunguh..)

    Btw, itu peti kenapa ditumpuk ya Mba? Dan tengkorak yang ‘no comment’ itu.. gile serem banget.. 😦

    Toraja.. memang menarik 🙂

    Masi ada lanjutannya ga Mba Na? Wisata kulinernya?

    • nanaharmanto says:

      yup…. sempatkan ke sana… nggak rugi deh…
      Masih ada lagi ttg Toraja… wisata kulinernya? hmmm…. bacon is everywhere…. hehehe…
      Mungkin peti-petinya ditumpuk karena nggak ada space lagi, guanya agak sempit dan mungkin biar para almarhum di dalamnya anget kali…hehehe… 🙂 *ngaco..

  4. Ikkyu_san says:

    aku ingin tau deh Na, setelah kamu potret-potret tengkorak itu, apa ada “sesuatu” yang misalnya mengikuti atau marah pada kamu? atau iseng gitu?

    Aku antara ingin dan tidak untuk pergi ke sana. Karena aku amat takut memanjat dan ruang gelap….. bisa-bisa aku ngga balik dan “tinggal” di situ deh mati ketakutan …bukan oleh tengkorak dan hal-hal mistis, tapi lebih krn ketakutan akan ketinggian dan kegelapan 😀

    EM

    • nanaharmanto says:

      Enggak tuh Mbak…. aku, -kami- merasa mereka sudah tenang dan bahagia di situ kok… kan udah dipestakan dan didoakan?
      awalnya dulu aku juga takut, takut “merasakan mereka” dan takut bau mayat.. tapi nggak terbukti kok..

      Kalau manjatnya nggak seberapa tinggi kok Mbak… dan kalau takut gelap jangan masuk ke Londa, liat di luarnya aja.

      Kalau sempat ke sana Mbak… sekalian mengunjungi keluarga di Makassar 🙂

  5. arman says:

    jadi beneran gak bau na?

    btw serem amat ya… kalo siang2 masih terang sih kayaknya gpp ya kesono, tapi kalo udah gelap2… hiii kayaknya serem. hahaha.

    • nanaharmanto says:

      Enggak bau sama sekali kok… Cara dulu mayat diberi rempah-rempah khusus, cara sekarang dibantu pula dgn suntikan formalin. Dan yang masuk ke situ banyak yang sudah jadi kerangka karena mayat sempat disimpan dulu di rumah (bisa bertahun-tahun) nunggu pesta Rambu Solok yang makan biaya besar, jadi nunggu keluarga pulang kampung dan uang terkumpul.
      katanya bulan Desember banyak pesta Rambu Solok, soalnya para keluaarga yang jadi perantau banyak yang pulang kampung sekalian Natalan..

      Mungkin yang peti-peti besar itu di dalamnya masih mayat yang baru (flesh and bones).

      Kayaknya emang nggak ada yang mau ke sana malem-malem deh, Man…. * gw juga jiper kali… 🙂 hehehe..

  6. vizon says:

    Liputan soal ini, sering aku lihat di tv. Tapi, mendapat cerita dari orang yang berkunjung langsung, ternyata jauh lebih menarik… Hmmm… sepertinya, jika suatu saat aku jalan-jalan ke sana, bakal ada guide nih, hehehe… 🙂

    Makasih Na..

    • nanaharmanto says:

      Bener tuh Uda… waktu nonton liputan di TV aku juga nggak puas lihat secuil-secuil dengan presenter yg jejeritan melulu :(. Untung ada kesempatan melihat langsung, dan nggak bisa menahan diri untuk berbagi dengan yang lain.. 🙂

      Iya, Uda, kalau sempat ke Tator deh… tapi pastikan makan di rumah makan yang jelas halal ya… sekarang banyak kok rumah makan yang pasang tanda “aman dan halal” 🙂

  7. edratna says:

    Nana,
    Saya dulu ke Toraja, guide nya dari kantor cabang sana (asli Toraja)….
    Memang menarik, apalagi jika dapat melihat upacaranya, bagaimana mayat tadi bisa berjalan sendiri menuju goanya…sayang saya tak pernah sempat melihat upacara ini, saat itu temanku yang asli Toraja mengundangku untuk melihat upacara untuk keluarganya, cuma waktunya yang sulit…rasanya kalau udah kerja susah deh ambil cuti, seringkali cutinya hangus.

    Btw, senang membaca tulisanmu, apalagi Nana menjelaskan artinya satu persatu tempat-tempat pemakaman itu.

    • nanaharmanto says:

      Memang Tator sangat mempesona dengan alamnya yang indah dan situs pemakaman serta pesta adatnya.
      Kalau berkunjung ke sana memang lebih afdol didampingi guide orang Toraja asli, karena dia pasti tahu banyak dan bagi kita orang asing, pasti banyak pertanyaan dan rasa penasaran yang mungkin hanya bisa dijawab oleh orang asli Toraja. Saya juga banyak cerewet tanya ini-itu macam reporter gadungan, Bu.. 🙂

      Menurut kenalan kami, sekarang upacara adat di mana mayat bisa berjalan sendiri sudah dilarang oleh pemda setempat karena membuat takut wisatawan. Denger-denger di daerah Mamasa yang masih dilakukan upacara ini.
      Wah, kayaknya perlu nyali ekstra untuk melihat langsung yang begitu itu, Bu… hiii….

  8. nh18 says:

    Liputan lengkap khas nana …

    Thanks Informasinya na …
    very thourough …

    salam saya

  9. anna says:

    lengkap banget!!

    saya belum pernah ke sana.. tapi dari cerita mbak Nana.. saya antara pengen dan takut berkunjung..

    ngeliat peti2 bergantungan.. trus tengkorak sana sini.. ada cerita anak SMP usil dan kesurupan.. wah… menakutkan sekaligus menarik.. hehe

    apalagi foto tengkorak yang no comment itu.. waduh… jadi begitu sebelum jadi tengkorak ato nggak ya??? whuaaa… ngeri deh…

    • nanaharmanto says:

      Kalau sempet berkunjung aja ke sana… asyik kok… dan waktu di sana sih nggak menakutkan asal kita tetep menghormati mereka dan nggak merubah posisi apapun yang ada di sana. keren kok… dengan catatan siang hari ya.. hehe…

      foto tengkorak yang no comment itu? ah, no comment deh pokoknya hehehe… 🙂

  10. tutinonka says:

    Saya sudah ke tempat-tempat itu, Na. Melihat tengkorak-tengkorak itu dalam jarak setengah meter. Dan memang nggak ada bau menyengat. Heran juga, bagaimana mereka mem’proses’nya ya?
    Aku nggak merasa takut sih melihat dari dekat tulang-belulang itu, tapi aku bersikap hormat (diam dan tidak banyak bicara), karena bagaimanapun tulang-tulang itu kan dulu pernah hidup …

    • nanaharmanto says:

      Dugaan saya nih, Bu Tuti, mungkin nggak bau menyengat karena ramuan rempahnya, plus mereka diletakkan di situ setelah “tak berdaging” lagi..

      Saya juga nggak berani pecicilan di tempat-tempat itu Bu Tuti… saya berusaha selalu hormat pada mereka, karena mereka pun layak beristirahat dengan tenang..

  11. bahagianya bisa mendapatkan wawasan baru yg benar2 lengkap dr tulisan Mbak Nana ini 😀

    Salut utk Mbak Nana…….
    terimakasih utk tulisan dgn detail yg lengkap 🙂
    salam

  12. keren banget mbak.. mau tanya, itu di setiap makam kok selalu ada boneka-boneka. apa ini yang disebut tau-tau? untuk apa tau-tau itu? apakah untuk menyimbolkan orang yang dikubur disana?

    • nanaharmanto says:

      Trima kasih ya Mas…
      iya, tau tau iru replika/ tiruan orang yang meninggal dan dikubur di sana. sedikit saya koreksi ya Mas… tidak setiap makam diberi tau tau, seperti makam batu dan patena tidak ber- tau tau.. cerita tentang tau tau akan saya ceritakan di posting berikutnya… tunggu ya..

  13. Mba Nana,
    bolehkah saya bertanya,”bagaiman perkembangan seutuhnya pekuburan (kubur) orang Toraja?”

    makasih, frans b

    • nanaharmanto says:

      Wah, maaf Mas… sejujurnya saya nggak ngerti pertanyaan Mas ini… saya berbagi info apa yang saya alami dan saya lihat langsung.. juga info tambahan yang saya dapat dari penduduk dan guide setempat.
      Maaf ya Mas, saya nggak bisa menjawab pertanyaan Anda…
      salam…

  14. zee says:

    Ah…
    Mbak Nana.
    Like it very much.
    Lengkap…. dan enak dibaca. Sampai berdebar2 den terpekik sendiri saat melihat foto tengkorang nyembul itu.
    Hebad ya orang toraja ini. Jauh2 hari sudah memikirkan keturunannya kelak, jadi akhirnya memilih utk dikuburkan di gua2 saja….

    • nanaharmanto says:

      Thanks a lot ya Zee…
      aku juga salut banget pada leluhur orang Toraja yang sudah memikirkan hal ini sangat jauh ke depan, betapa mereka sangat peduli pada keturunan-keturunan mereka… jujur saja, aku nggak pernah terpikir lho, bahwa makamku kelak akan mengurangi jatah tanah mereka yang masih hidup. Berarti orang-orang Tionghoa dan Bali itu yang memilih membakar jenasah dan menabur/melarung abunya di sungai/laut mungkin juga berpikir serupa… ah…. hebat ya…

  15. Pingback: Keindahan Tana Toraja « the broneo

  16. Pingback: Batu Tarik, Baru Megalith dari Toraja « sejutakatanana

  17. Lumayan ngebantu ngjelasin macem2 kuburan di toraja, makasi mba 🙂

  18. Damaris Bandaso Sarangnga says:

    Dear Mbak Nana, kayaknya Mbak juga photographer ya…? thanks so much untuk menuliskan
    begitu banyak tentang Tana Toraja, my beautiful home country….. Mudah-mudahan lebih banyak lagi pengunjung yang datang melihat keindahan bumi Tana Toraja dan keunikan budayanya….

    • nanaharmanto says:

      Salam kenal, Bang/ bapak Damaris… terima kasih sudah membaca tulisan saya.. senangnya tulisan saya dihargai orang Tator sendiri… oh, bukan.. saya bukan photographer… saya hanya memotret (dengan kamera saku biasa), apa yang saya lihat dan ingin saya bagikan pada orang lain.

      saya jatuh cinta pada Tana Toraja… suatu saat… saya ingin kembali ke sana… 🙂

  19. Damaris Bandaso Sarangnga says:

    You are welcome Mbak Nana, kalau Mbak nana berniat kembali untuk melihat Toraja, maka saya (Ibu Damaris, bukan Bapak lho…. he..,he) informasikan bahwa ahir Desember 2013 ini (mudah-2an tidak ada perubahan), Ibu mertua saya yang tercinta akan diupacarakan/dikebumikan, kalau sempat mampirlah ke desa kami, gak terlalu jauh sih dari Kota Rantepao, Toraja Utara.
    Stay tune…

Leave a reply to vizon Cancel reply