Diet, Tanggung Jawab Siapa?

Meracuni Suami..

Inilah  judul asli posting ini…  Aduh, serem banget sih…!

Semua orang yang pernah mengenal atau bertemu suamiku tentu maklum, bahwa suamiku itu memang bertubuh “sehat” ..

Prihatin dengan keadaan suamiku, aku berinisiatif untuk mengatur pola makan dan menu yang kumasak di rumah. Sedikitnya inilah yang pernah kulakukan.

1. Membaca berbagai literatur dan artikel tentang aturan diet yang seimbang dan sehat berdasarkan golongan darah dan merangkumnya untuk suamiku, -makanan apa saja yang terlarang, berbahaya, aman/netral, serta baik untuk tubuhnya.

2. Menyiapkan oatmeal untuk sarapan.

3. Menghilangkan sebagian besar menu lauk yang digoreng (deep fried).

4. Mengganti daging sapi dan kambing dengan daging sintetis berbahan dasar kedelai.

5. Menyiapkan tahu dan tempe sebagai lauk dengan berbagai variasi menu dan bumbu selain digoreng.

6. Memperbanyak sayuran dan buah.

7. Mengurangi konsumsi gula pasir di rumah.

8. Menanak nasi putih tertakar untuk makan siang.

9. Mencari di internet, berbagai resep sederhana sebagai panduan menu yang sehat dan tetap enak.

10. Menyiapkan makan malam non nasi seperti kentang, pecel, salad sayur dan buah, serta edamame.

11. Tidak pernah menambahkan vetsin dalam masakan selama kami menikah.

12. Tidak pernah menyuruhnya minum obat pelangsing.

13. Mendorongnya untuk berolahraga …

14. Dst…

Aku, egoku yang sombong yakin seyakin-yakinnya, bahwa aku telah menyiapkan semua yang terbaik untuk suamiku. Well, jujur, dengan kebocoran beberapa kali, ketika aku bersikap permisif membiarkannya menyantap apapun yang disukainya.

Ketika makan di luar rumah pun, menjadi tantangan tersendiri. Makanan di rumah makan, hotel dan restoran, bagaimanapun juga, mengandung vetsin yang tidak pernah kutahu takarannya sedikit atau berlebih.

Tetapi yang terjadi adalah, tubuh suamiku semakin lama semakin melebar. Berkali-kali  kali aku mengingatkannya untuk mengatur asupannya, terutama saat dia tugas di luar kota selama beberapa hari. Entah berapa cara yang sudah kupakai untuk mengingatkannya. Dengan lembut mendayu *halah, preet! :p . Dengan merajuk, atau dengan cukup diam saja… (owww… meres ati di dalam sih sebenarnya hihihihi..) .

Timbangan badan yang kami beli sebagai salah satu sarana untuk mengingatkan kami untuk menjaga berat badan, akhirnya menjadi benda yang cukup menyebalkan, karena dia tak pernah bohong pada angka yang ditunjuknya. Dan hasilnya hampir selalu mengecewakan. Hari ini berkurang 2kg dari hasil nimbang sebelumnya, tapi dua hari kemudian menimbang lagi, ternyata sudah kembali ke angka semula, atau bahkan lebih. *huaaaa….

Aku kebingungan. Mengapa tubuhnya semakin “sehat” saja? Sedangkan sebagian besar makanannya melewati seleksi nyonyah cerewet ini?

Sebagai manusia normal, timbul kecurigaan, jangan-jangan suamiku suka jajan di luar tanpa sepengetahuanku. Jangan-jangan dia mampir makan bakso dulu sebelum pulang karena di rumah hanya ada makanan diet (yang mungkin tak disukainya secara rasa dan jumlah yang tak pernah diungkapkannya padaku?).

Jangan-jangan dia tidak bahagia dengan diet yang kuatur?

Itu belum seberapa. Keluarga dan teman-teman kami berkomentar tentang badannya yang subur. Secara bercanda mereka mengomentari suamiku, bahwa aku yang kurang perhatian, bahwa aku harus mulai memperhatikan dietnya.. bla..bla..bla…

“Mbok suamimu di-diet-in to , Na…. “

“Piye, kok malah soyo bunder?”

“Lha kepiye to, kok malah bojomu sing hamil?”.

Aku punya sanggahan yang buanyaaaaakkkk sekali! For sure!

 

Diet? *Gue udah mulai sejak dulu kala, kaleee….

Bunder? *Gimana gue bisa mencegahnya? Elo, bisa?

Hamil? *Oh well, ampunilah mereka karena mereka tak tahu apapun tentang kami…

Memang sih, aku tidak bisa mengontrol pikiran mereka semua. Yah, berusaha sabar saja. Tapi ada suatu waktu ketika dalam sebuah forum umum, kondisi badan suamiku dijadikan “contoh” dan ditertawakan.

Aku tak tahu apa yang dirasakan suamiku. Tapi aku merasa sedih. Mungkin aku terlalu sensitif. Aku hampir menangis. Hampir hilang kesabaran. Hampir meledak.

Rasanya semua upayaku untuk mendukung suamiku supaya tetap sehat, tak berarti apa-apa. Sia-sia.

Aku tidak bermaksud hitung-hitungan jasa dalam hal ini, but all of sudden, hanya satu yang kurasa, aku gagal…  gagal total!

Hingga aku sampai pada satu titik, ketika keprihatinanku menggunung dan aku kelelahan lahir dan batin.

OK, that’s enough. We need professional help.

Mulailah aku berburu informasi tentang dokter ahli gizi, akupuntur, dan bahkan ahli pijat yang bisa menekan kelebihan berat badan dan nafsu makan suamiku.

Singkatnya, kami akhirnya (diberi)-tahu, bahwa ternyata, tubuh suamiku tidak bisa mengurai protein hewani (sapi dan kambing), susu, telur dan segala macam derivatifnya = daging, sosis,kaldu; es krim, mentega butter,  keju; kue-kue, roti, martabak, mie kuning.

Kopi dan coklat pun tak bersahabat dengan tubuhnya.

Tapi yang paling mengejutkan, tubuh suamiku pun menolak protein nabati semua kacang-kacangan!

Semua!!

glek.

Sebut saja, kacang tanah, kacang ijo, kacang panjang, edamame, kacang merah, buncis, kacang polong, kedelai dan semua bentuk turunan derivatifnya termasuk toge hingga kecap manis dan kecap asin.

Kedelai! Nooooo!!!  betapa seringnya aku menyediakan tahu, tempe bahkan daging sintetis dari kedelai yang kupikir aman menyehatkan…

Edamame! si kedelai Jepang ini kerap kusediakan sebagai makan malam kami.

Intinya, hampir seeetiap hari pasti ada makanan turunan dari kacang-kacangan yang kusediakan: tumis buncis, oseng kacang panjang, toge dan sambel pecel….   glek…

Oh, God!

Karena ketidaktahuanku, aku justru “meracuni” suamiku sendiri, selama bertahun-tahun! Hiks…

Sedih, kecewa dan merasa sangat  bodoh…

Rasanya seperti tertampar telak!

****

Sedangkan aku, makanan racun bagiku, adalah kepiting, kacang tanah, coklat, ikan asin dan udang berikut segala macam derivatifnya termasuk kerupuk udang, petis, terasi, dan ebi. Sedikit lebih ringan dari suamiku…

Pantas saja, berat badanku naiknya cepet dan lambat turunnya.. pantes jerawat betah banget nongol di wajah, bahkan di punggung dan, aweeeetttt beuh…

Jadilah kami ambil jalan tengah, kami hanya akan memasak sumber makanan yang netral aman untuk kami: ayam dan ikan segar. Secara aktif (sadar) kami menolak makanan yang mengandung racun bagi kami. Tapi faktor di luar kuasa kami, yah, apa boleh buat… kami tak pernah tahu, apakah makanan di rumah makan yang kami pesan mengandung “racun” atau tidak. Bisa saja kan, ada penambahan kecap asin, tauco atau terasi dalam menu yang kami pesan?

Makanan sehat, bersih dan aman bebas racun memang paling mungkin diupayakan di rumah sendiri. Tapi bila  makanan di luar ternyata terkontaminasi racun tanpa sepengetahuan kami, kami telah sepakat jangan sampai menjadi terlalu paranoid dan akhirnya malah kami sendiri yang jadi stress.

Sedikiiiittt aja, emang ngaruh?

Yang namanya racun, sifatnya tetaplah racun. Ada kan racun yang mematikan, atau memabukkan? Racun dalam hal ini, sifatnya “sekedar” merusak metabolisme tubuh.

Membaca tulisanku ini, pasti akan ada banyak pertanyaan dan sanggahan.

Bagaimana bisa tahu makanan itu beracun? Yah, ceritanya panjang banget! Kami bertemu ahli di bidang ini, dan berkonsultasi pada dokter yang sangat memahami hal ini. Tiap-tiap orang punya “makanan racun” yang berbeda-beda, tidak bisa disamakan.

Semoga aku dan suami tetap bisa disiplin menghindari makanan-makanan itu, demi kualitas hidup yang lebih baik dan sehat.

Lhooo… diet itu tanggung jawab siapa dong?

PR mengolah menu sehat, aman dan syukur-syukur enak, memang akan bertambah untukku, tapi aku berharap, keluarga atau teman yang sempat membaca posting ini, memahami pilihan kami dan mendukung kami. Mohon maaf mendalam,  jangan sampai tersinggung kalau kami menolak ajakan makan yang kami tahu merupakan “racun” bagi kami; maafkan kami bila tidak menyantap hidangan yang sudah susah payah dimasakkan untuk kami..

Tetapi sebenarnya musuh utama yang paling berat adalah diri sendiri.

Ketidakdisiplinan dalam diet berawal dari bisikan setan yang adalah diri sendiri.

Pelanggaran diet adalah serupa dengan membohongi diri sendiri. Kita sendiri yang tahu, kita sendiri yang terbebani kan…

****

Catatan: istilah “racun” dalam posting ini terbatas pada bahan makanan yang merugikan metabolisme kami dan harus kami hindari, TIDAK OTOMATIS BERARTI berlaku bagi semua orang.

About nanaharmanto

menulis dengan hati....
This entry was posted in Consideration, Curhat tak penting and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

29 Responses to Diet, Tanggung Jawab Siapa?

  1. Riris E says:

    Berat badanku sempat turun dan mendekati ideal. Tapi ini aku lagi kumat..nafsu makan sedang tidak bisa dikendalikan. Tulisan ini malah mengingatkan aku untuk kembali ke niat diet.

    Diet tanggung jawab siapa? aku rasa mesti berawal dari diri sendiri, merasa bertanggungjawab untuk menjada diri sendrii dulu. Orang-orang yang kita cintai hanya bisa mendukung dan memfalitasi secukupnya.

    Ayo diet..biar aku juga punya teman untuk menyusutkan lemak yang di tubuhku. Mari diet untuk menjadi sehat tidak sekedar untuk penampilan.

    • nanaharmanto says:

      Makasih Mbak Riris….
      iya aku kepengen diet untuk kualitas hidup lebih baik… bukan diet yang menyiksa sampai kelaparan gitu, tapi lebih menghindari racun-racun kami…
      Ayo Mbak, semangat untuk diet lagi…

      Diet bareng yooo… hehehe… kalo kelaparan di jam-jam tertentu sebelum waktu makan, perut “diakalin” aja dengan buah… bawa bekal apel aja yang simpel, Mbak… *jiaaahhh lagakku udah kayak ahli diet… :p

  2. Imelda says:

    waduh segitunya ya? Berarti memang ayam dan ikan saja yang bisa dikonsumsi. Kalau itu aku, aku akan senang sekali karena aku jauh lebih suka ikan daripada daging…bahkan ayam pun sudah mulai bosan. Kalau begitu sudah pasti ke sushi dong kita di bulan Agustus hehehe.

    Kalau babi gimana?
    Aku juga pengen ah diperiksa gitu 🙂

    • nanaharmanto says:

      Aku bersyukur pernah tinggal cukup lama di Sulawesi, di mana makanan utamanya adalah ikan…
      Aku juga jadi lebih suka ikan (laut) daripada ayam… cepet bosen juga makan ayam hehehe…

      Daging ayam yang masih lumayan enak ya ayam kampung, lebih gurih… kalau ayam pedaging hambar dan ‘sepa” rasanya..

      Sushi jadi alternatif meski harus tetap hati-hati dengan tofu dan kecapnya… atau barangkali ada alternatif lain utk kecap asinnya, Mbak?
      Udah mikir mau menggantinya dengan minyak wijen hehehehe…

  3. clararch02 says:

    Saya juga pengen ah diperiksa. Tapi saya pengen nanya kenapa saya ga bisa gemuk. Apa karena badan saya mengurai semua? Glek! Tapi jerawat memang terlalu nih, tumbuh di muka saya Mba banyak banget. Pasti ada yang salah deh

    • nanaharmanto says:

      hehehe…lain orang lain masalahnya ya Cla… Aku dulu waktu kuliah juga kurus banget.. sampai kebingungan untuk gemukin badan… sekarang mah cepeeettt banget naiknya… susah turunnya 😦

  4. Nh Her says:

    HHhhmmm …
    Saya rasa … 4 hari di minggu lalu …
    saya telah menyediakan makanan yang lumayan … melebarkan …
    Banyak cake … Pie … snack … dan sebagainya …

    Saya tidak sempat memperhatikan apakah suamimu mengkonsumsi itu semua …

    Tapi yang jelas … menurut saya …
    Yang penting Sehat Na …
    Berat badan ??? … itu nomer dua …

    Salam saya

    • nanaharmanto says:

      Halo Om…
      Suami saya bilang dia nggak makan snack atau minum kopi… tapi ada juga snack yang aman untuknya, saya lupa hari ke berapa dan apa hehehe…

      Berat badannya harus dikurangin tuh Om supaya lebih sehat.. *wink… #ngelirik tetangga sebelah… hehehe

      salam hangat juga, Om…

    • Riris E says:

      Ooh, jadi suami Nana menginap di rumah Om Nh? 🙂

  5. Hmm, jadi penasaran.
    Mba untk tahu makanan yg ber ‘racun’ buat kita, konsul nya kemana? Dokter? Ahli gizi? Itu kita nya diapain? Apa ada periksa2 laboratorium? Atau gimana?

    • nanaharmanto says:

      Hmmm… wah, kebetulan saya dikasih tau saudara untuk bertemu seorang bapak yang punya kemampuan mengetahui racun kita hanya dari bersalaman langsung dengan beliau. Saya baca-baca lagi buku tentang diet golongan darah dan cocok tuh racun yang disebutin beliau ada dalam daftar “terlarang” untuk kami.
      Kami berkonsultasi pada seorang dokter kandungan (jiaahh jauh bener hubungannya ya).. tapi dokter ini kebetulan juga sangat memahami racun ini.. jadi kami sama sekali nggak periksa ke lab…

  6. vizon says:

    Cara diet masing -masing oranv ternyata berbeda ya Na? Aku baru tahu dari sini.. Kayaknya aku juga pengen periksa deh. Jadi pengen tahu makanan apa yang menjadi “racun” bagiku. Aku sudah mulai prihatin nih demgan diriku sendiri, sudah mulai melebar ke mana-mana.. 🙂

    Salam buat suaminya ya Na..
    Lain kali kalau kopdaran lagi, aku sudah tahu menu apa yang harus disajikan, hehe… 🙂

    • nanaharmanto says:

      Iya Uda, masing-masing orang punya keunikan sendiri, meski golongan darah sama, tenyata dietnya nggak selalu sama. Kami beruntung sempat bertemu seorang bapak yang bisa mengetahui racun kami hanya dengan berjabat tangan.. beliau memang mendapat anugrah istimewa dari atas..

  7. monda says:

    pasti pemeriksaannya njelimet ya…..

    anak2 dulu pernah diperiksa, dan hasilnya ada gangguan di enzim pencernaan, akibatnya berat badan susah banget naiknya,
    akhirnya disuruh banyak makan ayam

    • nanaharmanto says:

      Nggak pake pemeriksaaan yang ribet dan njlimet Kak Monda… kebetulan kami bertemu orang yang diberi anugrah dari atas, kemampuan untuk mengetahui racun bagi mereka yang berjabat tangan/bertemu langsung dengan beliau..

      Kalau anak-anak dulu diperiksanya gimana Kak?

  8. Kontraktor says:

    obesitas caranya olahrga teratur banyak makan sayur kurangi makan manis 😀
    insyaallah berkurang beratnya 😀

  9. nittta says:

    nana…. coba cari tahu tentang dr TAN SHOT YEN.. pencerahannya sgt bagus n logis tntang bgmn seharusnya kita memperlakukan our body… beliau tulis banyak artikel, juga bbrp buku lengkap dgn menu sehat seimbang. Dia dokter tp tdk ditebengi kepentingan 2 lain spt dokter jmn skrg yg nyambi bakul obat… coba aja na… sukur2 bisa konsul lgs..

    • nanaharmanto says:

      Oh ya, dokter yang terkenal tegas banget itu ya? Rasa-rasanya memang harus kembali ke pengobatan naturopati nih…

      Makasih ya Nita, udah mampir… 🙂

  10. septi says:

    cuma bisa komentar “semoga selalu diberi sehat” GBU

  11. wah mbak…apa kabar?? semoga sehat selalu..
    wah kalo saya bingung mau mulai diet darimana..tiap kali memutuskan untuk diet selalu gagal, setelah kelahiran kinan masih banyak lemak tersisa..
    idem jg dengan suami “sehat” alias bb nambah teyusssss..bingung juga untuk mengajaknya diet…semoga dengan membaca ini terinpirasi dan lebih menjaga polamakan
    thanks for sharing mbak

    • nanaharmanto says:

      Kabar baik, Mama Kinan….
      diet emang butuh keteguhan hati dan niat yang serius nih… baru mulai nih, perjalanan masih panjang… :d semoga aja tetep semangat dan serius dalam diet..

      Ayo diet bareng, Mama Kinan… terutama untuk hidup lebih sehat dulu yuukk..!! semangaaatt!! 🙂

  12. Ayumi_Ayu says:

    wah.. bagus banget bu.. pembahasanny ringan mudah dicerna.. cm klo sy pribadi lebih gak mikir mo makan ap? yg ad ya itu yg dimakan.. emang udh males mendarah daging jd males nyiapin maknan yg baik buat tubuh, secara sering ditigl suami jd males masak.. dan suami jg gak suka makan sayur ujung2ny cekokin sm es buah, buah utuh aj suami gak mo makan :s..

    tp dr artikel bu nana ini br sadar jg klo emang penting atur pola makan yg sehat, sambil liat perut *perasaan dulu gak ad polisi tidurny gini.. x_x
    Thank bu Nana manfaat banget nih..

    • nanaharmanto says:

      Hai halo Mbak Ayu….
      sekedar curhatan aja nih… tapi syukur-syukur deh bisa jadi pengingat untuk para pembaca hehehe…

      Eh, sama atuh Mbak… saya juga sering males masak kalau untuk makan sendiri. Kebiasaan buruk yang harus diubah juga nih.. Kalau beli diluar pasti kan porsine gedee banget… :ngeliatnya aja udah kenyang hehehe… 😀

  13. Pingback: Mr. Sholeh « sejutakatanana

  14. Pingback: Twilight Express » Blog Archive » Personal Touch #3 dan #4

Leave a comment