Si Hitam Dari Soppeng

Sebuah catatan kecil tentang pelosok negeri yang dibuang sayang….

Saat kami masih tinggal di sebuah kota kecil di Sulawesi Selatan, aku dan suamiku mengunjungi kota tetangga, Wattan Soppeng.
Kami tertarik ke sini, setelah mendengar informasi dari temanku -yang terlahir di Soppeng-, tentang salah satu keunikan kota ini: Kelelawar yang terang-terangan hidup di tengah kota.
Wow… bukankah kalong biasanya hidup di gua-gua alam dan pepohonan yang jauh dari manusia ya?
Nah, kelelawar Soppeng ini unik karena ukurannya yang lebih besar dari kelelawar yang biasa kita lihat.
Saat memasuki tengah kota, mata kami jelalatan berharap segera melihat kalong-kalong bergantungan di pohon. Tak satupun kami lihat.
Cukup lama kami mencari-cari tanpa hasil.

Tiba-tiba, dari kejauhan kami malah melihat kantung-kantung plastik hitam di atas pohon. Pikirku, wah.. masak sih orang sengaja buang sampah di atas pohon? Kotor kan?
Suamiku lah yang pertama sadar, eh itu kan kelelawarnya!


Eeh… iya loh…
Nih liat..

masjid raya dan koloni kalong

masjid raya dan koloni kalong

Apa yang kusangka kantong plastik itu ternyata bergerak-gerak… dan kami benar-benar tercengang, ukuran kalong itu gede banget! Sebesar kucing… yhuuhhh…

Kami tak habis keheranan.. baru pertama kali itulah kami melihat dan tahu bahwa ada species kalong sebesar itu.
Ketika kami mendekat, cericit melengking sesekali terdengar, disertai bau menusuk khas kalong.
Kata temanku, the whole city smells like batman!  

hahaha… aya-aya wae…
By the way, tokoh hero Batman itu bau kalong nggak ya? Hihihi…  😀

 

****

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, koloni kalong ini adalah “penjaga kota”.
Tak ada yang tahu persis, sejak kapan kelelawar ini mulai hidup di tengah kota Soppeng.
Konon, mereka telah ada selama beratus-ratus tahun di pohon asam yang ada di tengah kota, di dekat masjid raya. Tak seorang pun bisa mengusirnya.
Masyarakat percaya, bahwa saat kelelawar-kelelawar itu lenyap, maka kota Soppeng akan menghadapi bencana.
Beberapa kali, mamalia terbang ini pergi tak bersisa dan beberapa saat kemudian, terjadi kebakaran besar di kota tersebut.
Hewan yang aktif saat malam ini dilindungi oleh peraturan daerah setempat. Jadi tak ada seorangpun yang berani membunuhnya.
Masih menurut cerita, kelelawar ini hanya boleh dibunuh untuk obat. Setelah diambil hati atau empedunya sebagai obat asma, lalu badan kelelawar ini tak boleh dimakan, dan harus langsung dikubur saat itu juga. Yang bisa membunuh kelelawar ini pun bukan sembarang orang. Orang yang dipercaya untuk menangkap kelelawar ini adalah orang “tua” yang berkemampuan khusus.

Nah, kukira kalong ini otomatis menjadi maskot kota Soppeng, eh, ternyata aku keliru.. burung kakaktua adalah maskot resminya.
Konon, leluhur orang Soppeng mengalami paceklik dan masa sulit. Para tua-tua berkumpul untuk menemukan jalan keluar atas masalah pelik ini. Tiba-tiba seekor burung kakaktua terbang melintas di atas kumpulan tersebut. Pemimpin kelompok itu segera menyuruh orang mengikuti kakaktua tersebut. Burung itulah yang pada akhirnya menunjukkan daerah sejuk nan subur yang kelak menjadi cikal bakal daerah Wattan Soppeng, sehingga diabadikanlah ia sebagai maskot kota Soppeng.
Inilah uniknya kota ini, karena hanya di kota ini saja kalong hidup bebas bersama manusia di tengah kota, dan tak menghuni bangunan tua seram seperti di film-film.

Salah satu mitos masyur tentang kalong Soppeng ini, kalau ada orang luar Soppeng (single) yang kejatuhan kotoran/kencing kelelawar ini, maka ia akan berjodoh dengan orang Soppeng. Boleh percaya boleh nggak sih, atau mau membuktikan sendiri? Monggo…
Bukannya sengaja mau cari jodoh lagi ya,  😀  aku sengaja berdiri di bawah pohon asam itu untuk memotret para kalong yang tengah meringkuk tidur bergantung itu dari bawah. Di sekitar tempat itu memang berbau menyengat khas kotoran kelelawar. Tapi demi mendapat jodoh foto aku rela berlama-lama di situ. Ternyata cukup sulit memotret mereka dari bawah karena ranting dan daun asam yang cukup rimbun menghalangi pandangan.
Aku semakin terpesona saat melihat kalong itu menggeliat membentangkan sayapnya. Wuih… sayapnya ternyata lebar dan panjang! Aku juga cukup beruntung melihat beberapa dari mereka terbang pendek mencari tempat bergelantung yang baru. Sayang, aku tak sempat memotret mereka yang tengah terbang…
Sebenarnya aku ingin tinggal lebih lama hingga senja turun hanya untuk merasakan sensasi berjalan di bawah ribuan kelelawar terbang yang riuh mencericit melengking itu, sayangnya kami harus segera pulang sebelum matahari menghilang karena jalanan gelap dan cukup berkabut saat itu.
Well, semoga koloni kalong ini lestari keberadaannya..

 

rapat RW Kalong

rapat RW Kalong

 

menunggu giliran "menghadiahi" pengunjung single.. :D

menunggu giliran “menghadiahi” pengunjung single.. 😀

 

menggeliat... Uahh... masih siang yah?

menggeliat… Uaahh… masih siang yah?

 

 

About nanaharmanto

menulis dengan hati....
This entry was posted in Dari Pelosok Negeri and tagged , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

1 Response to Si Hitam Dari Soppeng

  1. Riska says:

    Wah udah lama sekali gak berkunjung ke kota ini.. 🙂
    Sempet main ke Lejja kah mbak?

Leave a comment